Langsung ke konten utama

FCR Food Convertion Ratio

FCR (Food Convertion Ratio / Rasio Konversi Pakan) dalam Perikanan.

Definisi

Merupakan jumlah total berat pakan buatan dibandingkan dengan jumlah berat total komoditas hasil panen. Atau dalam Bahasa sederhana, FCR dapat diartikan sebagai suatu perhitungan, seefisien apakah komoditas yang dipelihara untuk dapat mengkonversi pakan menjadi bobot.


Pentingnya mengetahui nilai FCR

Pengetahuan tentang FCR membuka informasi mengenai keterkaitan antara pakan dan berat badan. Informasi ini sekaligus akan berkaitan dengan nilai ekonomis efisiensi pertumbuhan selama memberikan pakan. Sebagaimana diketahui bahwa kebutuhan biaya pakan dalam produksi budidaya dapat mencapai lebih dari 50%. Kemampuan mengefisiensi jumlah pakan yang menjadi bobot, bermakna keuntungan besar. FCR juga menjadi indicator dari kualitas pakan, kemampuan SDM untuk mengelola pakan dan kesehatan ikan, serta efisiensi biaya yang digunakan untuk pemberian pakan. Semakin rendah FCR, semakin rendah biaya pakan yang dikeluarkan untuk menghasilkan 1kg daging. Lebih luas lagi, keberhasilan mengefisiensikan pakan dapat bermakna efisiensi sistem budidaya sekaligus kemampuan efisiensi biologis terkait dampak lingkungan.


Nilai FCR ideal

Nilai FCR antar spesies dan ukuran ikan berbeda-beda. FCR yang umum untuk udang antara 1,2 – 1,5. Semakin kecil nilai FCR maka semakin besar keuntungan yang diperoleh. Pada ikan, FCR yang baik antara 1,5-2. FCR tidak disarankan melebihi dari 2, demi keefektifan dan keekonomisan usaha budidaya. Pada ikan lele ataupun nila FCR dapat mencapai 1,8 atau lebih rendah. Sedangkan pada tokolan lele, nilai konversi pakannya 1,0-1,2. Pada ikan atlantic salmon dan rainbow trout, FCR antara 1,0 hingga 1,2, hal ini disebabkan kedua spesies ini membutuhkan lebih banyak protein, lemak, dan serat yang rendah. Nilai FCR dapat kurang dari 1, jika ikan dipelihara dalam kolam yang banyak mengandung pakan alami. Ikan dapat makan baik dari alam maupun pellet. Namun sangatlah sulit mencapai FCR <1 sebab ikan juga harus menggunakan pakan untuk metabolisme, pencernaan, respirasi, rangsangan panas, osmoregulasi, energi, dan aktivitas kehidupan lainnya. FCR akan bervariasi pada tiap spesies, ukuran, aktifitas ikan, parameter lingkungan, dan sistem budidaya.

Rumus FCR


FCR = Total pakan yang diberikan (kg)

                    Total bobot ikan (kg)


Cara menghitung FCR


1. Di akhir masa produksi, diperoleh bobot akhir sebanyak 150kg. Selama masa budidaya dihabiskan pakan sebanyak 200kg.


a. Berapakah pakan yang digunakan untuk dapat menghasilkan 1 kg daging ikan yang dipanen?.


FCR = Total pakan yang diberikan (kg)

Total bobot ikan (kg)

FCR = 200kg

           150kg

FCR = 1,4

(dibutuhkan 1,4 kg pakan untuk menghasilkan 1kg daging ikan).


b. Jika setiap kg pakan dijual seharga Rp.10000/kg, berapa biaya produksi untuk menghasilkan 1kg daging ikan?.


Biaya pakan = jumlah pakan untuk menghasilkan 1kg daging (FCR) x harga pakan

= 1,4kg x Rp.10.000

= Rp. 14.000


Kaitan FCR dan biaya produksi

Antara FCR, kualitas pakan, dan biaya produksi sangat berkaitan


Coba perhatikan contoh berikut,

Petani A, memberikan pakan dengan protein 36%. Harga per kilogram pakan adalah Rp.10.000. FCR yang diperoleh diakhir budidaya adalah 1,3 yang artinya membutuhkan 1,3kg pakan untuk menghasilkan 1 kg ikan. Jika targetnya adala 1000kg ikan, maka pakan yang dibutuhkan adalah 1300kg, dan biaya pakan yang dikeluarkan adalah Rp. 13.000.000.

Petani B, memberikan pakan dengan protein 28%. Harga per kilogram pakan adalah Rp.8.000. FCR yang diperoleh diakhir budidaya adalah 3,2 yang artinya membutuhkan 3,2kg pakan untuk menghasilkan 1 kg ikan. Jika targetnya adala 1000kg ikan, maka pakan yang dibutuhkan adalah 3200kg, dan biaya pakan yang dikeluarkan adalah Rp. 25.600.000.


Kaitan FCR dan Protein

Semakin tinggi nilai protein, makin rendah FCR nya. Artinya, untuk menghasilkan 1 kg ikan dibutuhkan lebih sedikit pakan. Pakan dengan protein tinggi tentu memiliki harga yang lebih mahal namun jumlah yang digunakan selama budidaya akan lebih sedikit. Hal ini artinya lebih ekonomis.


Faktor yang mempengaruhi nilai FCR

Terdapat empat poin utama yang mempengaruhi nilai FCR yaitu:


a. Ikan

Jenis ikan yang dipelihara.

Misalnya nila baik dipelihara di kolam tanah daripada lele


Ukuran ikan

Benih membutuhkan protein kadar tinggi dengan ukuran kecil dibandingkan ikan dewasa.


Kualitas benih

Terkait kesehatan ikan, apakah ikan stress, apakah padat tebar tiap kolam sudah tepat?.


Kesehatan ikan

Ikan yang sehat akan lebih efisien mengkonversi pakan dibandingkan yang sakit. Kematian ikan juga berdampak besar terhadap meningkatnya FCR dan menurunnya profitabilitas.


Genetik

Terdapat strain-strain tertentu yang lebih efisien mengkonversi pakan.


b. Lingkungan

Terkait dengan suhu, oksigen, ammonia, pH, dan polutan lain dalam air. Ikan yang hidup dengan lingkungan optimal akan menggunakan pakan lebih efisien untuk pertumbuhan. Hal ini berbeda dengan ikan yang terkena dampak stress lingkungan.


c. Manajemen Pakan

Orang yang bertanggung jawab terhadap pakan harus melakukan tugasnya yaitu:

  • Melatih/ mengadaptasi ikan untuk merespon terhadap pakan.
  • Terus memonitor dan mengevaluasi respon pakan bersamaan dengan tampilan melalui pengamatan dan rekaman.
  • Memonitor jumlah dan ukuran ikan.
  • Menarik kesimpulan terhadap kolam dan rekaman pakan, termasuk kebiasaan makan ikan, serta menerapkan tindakan lanjutan (missal, jenis, ukuran, kualitas, jumlah, frekuensi dari pakan, kualitas air, dll).

d. Pakan

Kualitas

Pakan harus berkualitas baik secara tampilan maupun nutrisi. Ikan harus diberikan pakan dengan ukuran dan nutrisi yang sesuai. Integritas pellet dalam air juga penting


Kuantitas

Dapat dilihat dari penentuan jumlah pakan yang tepat.


Irisan dari keempat factor ini akan berinteraksi dengan faktor lingkungan, kejenuhan oksigen, dan suhu.


Memperbaiki (menurunkan) nilai FCR

Nilai FCR dapat diperbaiki dengan memperbaiki pengelolaan dan parameter lingkungan seperti kadar oksigen, untuk level pembesaran pada komoditas carp, catfish, tilapia, dan udang laut. Pengelolaan pakan juga harus diperbaiki, salah satunya adalah dengan memberikan pelatihan kepada staf yang bertanggung jawab terhadap pemberian pakan. Telah dikatakan sebelumnya bahwa FCR tidak boleh melebihi 2. Jika melebihi, maka harus diperiksa kembali kemungkinan terkait pakan, misalnya.

  • Kualitas pakan buruk.
  • Ukuran pakan ataupun nutrisi dari pakan tidak sesuai dengan ikan yang dibudidayakan.
  • Kondisi ikan yang stress, misalnya DO rendah atau kepadatan tinggi.
  • Overfeeding, pakan berlebih.
  • Kelulushidupan. Survival rate/ SR rendah.
  • Terus memberikan pakan untuk pertumbuhan ketika kapasitas kolam sudah melebihi.

Atau hal-hal yang berkaitan dengan factor lingkungan harus dikendalikan. Terkait budidaya beberapa saran yang diberikan antara lain: padat tebar harus dalam taraf wajar, pembesaran yang dimulai dari tokolan akan lebih menguntungkan, menggunakan sistem satu siklus, memanen lebih sering jika menggunakan multi siklus, pemberian pakan secara hati-hati untuk menghindari pakan terbuang.


Manajemen FCR

Nilai FCR dapat dikelola dengan mengendalikan factor yang mempengaruhi nilai FCR. Kombinasi factor pakan, lingkungan, ikan, manajemen pakan disertai nafsu makan ikan yang baik akan menentukan jumlah pakan yang dimakan, dicerna, dan digunakan untuk pertumbuhan. Manajemen FCR paling utamanya adalah dengan memperhatikan kualitas pakan. Koreksi selalu manajemen pakan.


  • Apakah pakan sudah tepat? Kualitas, ukuran, jumlah.
  • apakah sudah melakukan penghematan dalam penggunaan pakan? Ini terkait biaya dan lingkungan.
  • Apakah kondisi kolam sudah ideal? Cek kembali padat tebar, ukuran ikan
  • Apakah ikan overfeeding?.
  • Apakah pemberian pakan sudah benar? Frekuensi, waktu pemberian tidak berganti-ganti.
  • Bagaimana respon ikan terhadap pakan?.
  • Apakah sudah melakukan pencatatan dengan benar?.


FCR dan Lingkungan

Perhitungan FCR disamping menghitung konversi pakan sekaligus menghitung efisiensi produksi akuakultur. Konversi pakan juga mengindikasikan kondisi dari lingkungan terkait dengan produk buangan yang tidak diinginkan serta hilangnya nutrient ke dalam lingkungan yang berdampak pada etrofikasi, hilangnya keberagaman, dan ekosistem lainnya. Kematian dan kematian yang tak diketahui juga menjadi faktor terhadap timbulnya gas rumah kaca karena dampak terhadap FCR dan kebutuhan pakan. Semakin efisien pakan, semakin dapat menurunkan emisi gas rumah kaca dan mampu meningkatkan FCR secara signifikan.


Sobat Nirwana, itulah penjelasan singkat mengenai FCR (Food Convertion Ratio). Semoga membantu yah,. jangan lupa untuk share artikel kami agar bisa membantu pembudidaya yang lain.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Obat herbal Ikan Air Tawar

1. Bawang Putih (Allium sativum) Aplikasi Melalui perendaman untuk penyakit Koi Herpes Virus (KHV), bakteri dan parasit. Bakteri penyakit bercak merah Aeromonas hydrophila pada ikan patin. Virus penyakit KHV pada ikan mas Parasit penyakit gatal, bintik putih pada benih ikan air tawar akibat infeksi parasit Ich dan cacing Trichodina sp. Kandungan aktif Minyak atsiri, allicin 50g/100 ml melalui pakan untuk Aeromonas hydrophila Dosis Efektif 25 mg bawang butih dihaluskan dan dicampur air 1 liter untuk perendaman ikan sakit. Untuk penyakit KHV, sebanyak 30 g dalam 100 ml air untuk perendaman ikan sakit. 2. Ciplukan (Physalis angulata L) Aplikasi Melalui perendaman. Target patogen Bakteri penyebab radang, bengkak dan kemerahan atau borok. Kandungan aktif Asam klorogenat, elaidic acid, physalin. Dosis Efektif Daun dan buahnya direbus (15-30 g) dalam 100 ml air atau kering (5-10 g) dalam 100 ml air, lalu digunakan untuk perendaman. 3. Eceng Gondok (Eichornia crassipes) Aplikasi Untuk menja...

Bahan Pembetuk Flok Pada Budidaya Ikan Nila Sistem Bioflok

Pembentukan flok pada sistem bioflok dapat ditingkatkan dengan menggunakan bahan-bahan pembentuk flok. Beberapa bahan pembentuk flok yang umum digunakan pada budidaya ikan sistem bioflok antara lain: Kalsium: Kalsium dapat membantu memperkuat struktur flok dan meningkatkan kemampuan flok untuk menangkap partikel organik. Karbon: Karbon sangat penting bagi pertumbuhan bakteri dalam sistem bioflok. Karbon dapat diperoleh dari sumber karbon organik seperti molase atau tepung singkong. Garam: Penambahan garam pada air tambak dapat membantu meningkatkan kepadatan flok dan mengurangi pertumbuhan bakteri patogen. Zeolit: Zeolit adalah mineral alami yang dapat membantu meningkatkan kualitas air dan mengurangi konsentrasi amonia. Chlorella: Chlorella adalah ganggang hijau yang dapat menjadi sumber pakan ikan dan juga dapat membantu mempercepat pertumbuhan bakteri dalam sistem bioflok. Penggunaan bahan pembentuk flok harus disesuaikan dengan kondisi air dan kebutuhan ikan. Penggunaan yang berleb...

Tahapan Bioflok

Proses pembentukan flok pada budidaya ikan nila sistem bioflok melalui beberapa tahapan, yaitu: Tahap inisiasi: Tahap ini dimulai saat air tambak baru diisi dengan air bersih atau setelah air tambak dikeluarkan dan diisi kembali dengan air bersih. Pada tahap ini, bakteri aerob dan anaerob yang ada di dalam air mulai berkembang biak dan membentuk koloni di dalam air. Tahap akumulasi: Pada tahap ini, bakteri yang sudah berkembang biak akan menempel pada partikel organik atau padatan yang ada di dalam air. Bakteri akan menghasilkan enzim yang akan memecah partikel organik menjadi zat-zat yang lebih sederhana seperti amonia dan nitrat. Partikel organik yang sudah dipecah menjadi zat-zat sederhana ini akan menjadi sumber makanan bagi bakteri. Tahap pertumbuhan: Pada tahap ini, bakteri yang ada di dalam air akan semakin berkembang biak dan membentuk flok. Bakteri akan saling menempel satu sama lain dan membentuk struktur flok yang padat. Flok yang sudah terbentuk akan mengambang di dalam air...